ADVOKAT / PENGACARA & PENASEHAT HUKUM PERBAKAN

RUANG LINGKUP
Bank adalah lembaga intermediasi keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan dana di masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang berhubungan tentang bank. Penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan bank melalui simpanan atau tabungan dan penyaluran dana dilakukan melalui kredit atau pinjaman kepada masyarakat.
Selain dari kedua tugas itu, menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, bank juga memberikan jasa bank lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, industri perbankan mengalami perubahan besar karena deregulasi peraturan. Sehingga mengakibatkan bank lebih kompetitif dalam menyediakan jasa bank lainnya. Jasa tersebut di antaranya termasuk transfer dana antar rekening, pembayaran tagihan, sarana investasi, penukaran mata uang asing dan banyak lagi.
Bahwa setiap bisnis Perbankan tidak luput dari beresiko dan pasti akan selalu bersentuhan dengan bidang hukum/ aspek hukum baik yang berkaitan dengan bidang Coorporate Law/ Bisnis Law maupun Criminal Law,Terjadinya kredit macet pada nasabah kredit, adanya perlawanan gugatan dari nasabah yang agunannya di lelang. Oleh karena peranan Ahli Hukum yang dapat mengarahkan dan memberikan bantuan hukum dalam hal Penanganan kredit macet dan melakukan upaya lelang baik melalui pengadilan maupun langsung melalui KPKNL.  Untuk itu Kami hadir untuk membantu menyelesaikan, memecahkan serta menuntaskan segala persoalan anda. Law Office kami menawarkan suatu kerjasama yang saling menguntungkan, yaitu Jasa Pelayanan Hukum, dimana Kantor Advokat/Pengacara & Penasehat Hukum Wachid Dedy Sugiyanto,S.H & Rekan. Sudah mempunyai pengalaman penanganan kredit macet di perbankan yaitu melalui Surat Peringatan, Gugatan Sederhana, dan Eksekusi lelang maupun Sita Agunan.
Untuk memenuhi kebutuhan hukum Perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin, kami menawarkan Jasa Konsultan Hukum dengan ruang lingkup sebagai berikut:
1.             Non Litigasi
Melakukan Surat Peringatan kepada nasabah kredit yang terkategori macet untuk dilakukan teguran melalui Advokat/Pengacara sebelum dilakukan gugatan atau eksekusi lelang hak tangungan dan sita jaminan fidusia.

2.             Litigasi
Melakukan upaya Gugatan Sederhana bagi nasabah kredit macet, melakukan eksekusi lelang hak tangungan, upaya sita jaminan fidusia,melakukan upaya hukum pidana bagi nasabah kredit macet yang telah menghilangkan atau menjual jaminan fidusia tanpa sepengetahuan bank.    

3.             Pendampingan Hukum
Pengacara akan melakukan pendampingan hukum kepada perusahaan dalam melakukan berbagai negosiasi dengan Nasabah Kredit, khususnya negosiasi dalam rangka penyusunan kontrak bisnis serta perselisihan yang timbul dari kontrak kredit dengan nasabah atau mengenai kontrak perijinan dengan Otoritas Jasa Keuangan atau kontrak kerjasama dengan perusahaan lainnya.    

Kantor Advokat/Pengacara Wachid Dedy Sugiyanto,S.H dan Rekan memberikan Jasa Konsultan Hukum tersebut diberikan kepada Perusahaan dalam bentuk baik lisan maupun tertulis, secara tatap muka maupun dengan menggunakan sarana komunikasi lainnya yang disepakati bersama diantara Konsultan dan Perusahaan. 
NO HP / WA : 082 322 196 922

Cara Mengurus Perceraian untuk Muslim



mengaturan masalah perceraian di Indonesia secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”) dan khusus yang beragama Islam mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan UU Perkawinan
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.[1]

Berdasarkan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Sedangkan, mengenai apa saja yang merupakan alasan-alasan perceraian, dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 PP 9/1975, yaitu:
a.    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c.    Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.    Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e.    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
f.     Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.

Mengenai prosedur gugatan perceraian menurut Pasal 40 UU Perkawinan diatur sebagai berikut:

1.    Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
2.    Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Lebih lanjut mengenai gugatan perceraian diatur dalam Pasal 20 PP 9/1975:

1.    Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
2.    Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
3.    Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-istri itu.[2]

Berdasarkan UU Perkawinan dan PP 9/1975, gugatan perceraian dapat diajukan oleh suami atau juga istri atau dapat diwakili kuasanya. Itu artinya istri berhak untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suami.

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan KHI
Dalam hukum Islam, perceraian dibedakan menjadi dua, yaitu karena talak (dijatuhkan oleh suami) dan karena gugatan perceraian (diajukan istri).[3] Yang membedakan adalah subjek yang mengajukan cerai. Yang melakukan cerai talak adalah suami terhadap istri, sedangkan gugatan perceraian dilakukan istri terhadap suami.

Selain itu perlu diketaui bahwa menurut Pasal 115 KHI perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.

Pasal 132 ayat (1) KHI mengatur mengenai gugatan perceraian (diajukan istri):

Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

Gugatan perceraian itu dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.[4]

Sedangkan, cerai karena talak dapat kita lihat pengaturannya dalam Pasal 114 KHI yang berbunyi:

Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”

Talak itu sendiri menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Hal ini diatur dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi:

Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Selengkapnya mengenai cerai gugat dan cerai talak Anda dapat simak dalam artikel Cerai Karena Gugatan dan Cerai Karena Talak.

Anda dapat mengurus perkara cerai dapat diberikan ke kuasa hukum/pengacara,di kantor Advokat/Pengacara Wachid Dedy Sugiyanto,S.H & Partner yang beralamat di desa mindahan RT02 RW02 Kec.Betealit Kab.Jepara, sebenarnya kuasa hukum/pengacara tidak hanya berfungsi untuk mewakili para pihak saat beracara. Pengacara juga dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai dalam membicarakan segala kesepakatan yang ingin dicapai misalnya, tunjangan hidup, hak asuh anak dan hal-hal penting lainnya demi kepentingan klien. 

Dasar Hukum:


[1] Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan
[2] Pasal 22 ayat (2) PP 9/1975
[3] Pasal 114 KHI
[4] Pasal 133 ayat (2) KHI
[5] Pasal 31 PP 9/1975


Cara Mengurus Perceraian Non Muslim Jepara

-         Untuk Perkawinan bagi WNI beragama Kristen tunduk pada aturan-aturan yang diatur dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:
“(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap - tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku.”
Sesuai dengan pasal 2  PP No. 9 Tahun 1975, yang dimaksud sebagai Lembaga Pencatat Perkawinan, adalah Kantor Urusan Agama bagi mereka yang melangsungkan perkawinan secara agama Islam dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama selain agama Islam. Untuk proses perceraiannya hanya dapat dilakukan melalui sidang pengadilan, seperti yang diatur dalam pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974, yang berbunyi sebagai berikut:
"(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri
(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri."


Anda dapat mengurus perkara cerai dapat diberikan ke kuasa hukum/pengacara,di kantor Advokat/Pengacara Wachid Dedy Sugiyanto,S.H & Partner yang beralamat di desa mindahan RT02 RW02 Kec.Betealit Kab.Jepara, sebenarnya kuasa hukum/pengacara tidak hanya berfungsi untuk mewakili para pihak saat beracara. Pengacara juga dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai dalam membicarakan segala kesepakatan yang ingin dicapai misalnya, tunjangan hidup, hak asuh anak dan hal-hal penting lainnya demi kepentingan klien.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfat. 
Dasar hukum:
  1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Cara Mengurus Perceraian Non Muslim Jepara

-           Untuk Perkawinan bagi WNI beragama Kristen tunduk pada aturan-aturan yang diatur dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perka...

Jumat, 17 April 2020

ADVOKAT / PENGACARA & PENASEHAT HUKUM PERBAKAN

RUANG LINGKUP
Bank adalah lembaga intermediasi keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan dana di masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang berhubungan tentang bank. Penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan bank melalui simpanan atau tabungan dan penyaluran dana dilakukan melalui kredit atau pinjaman kepada masyarakat.
Selain dari kedua tugas itu, menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, bank juga memberikan jasa bank lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, industri perbankan mengalami perubahan besar karena deregulasi peraturan. Sehingga mengakibatkan bank lebih kompetitif dalam menyediakan jasa bank lainnya. Jasa tersebut di antaranya termasuk transfer dana antar rekening, pembayaran tagihan, sarana investasi, penukaran mata uang asing dan banyak lagi.
Bahwa setiap bisnis Perbankan tidak luput dari beresiko dan pasti akan selalu bersentuhan dengan bidang hukum/ aspek hukum baik yang berkaitan dengan bidang Coorporate Law/ Bisnis Law maupun Criminal Law,Terjadinya kredit macet pada nasabah kredit, adanya perlawanan gugatan dari nasabah yang agunannya di lelang. Oleh karena peranan Ahli Hukum yang dapat mengarahkan dan memberikan bantuan hukum dalam hal Penanganan kredit macet dan melakukan upaya lelang baik melalui pengadilan maupun langsung melalui KPKNL.  Untuk itu Kami hadir untuk membantu menyelesaikan, memecahkan serta menuntaskan segala persoalan anda. Law Office kami menawarkan suatu kerjasama yang saling menguntungkan, yaitu Jasa Pelayanan Hukum, dimana Kantor Advokat/Pengacara & Penasehat Hukum Wachid Dedy Sugiyanto,S.H & Rekan. Sudah mempunyai pengalaman penanganan kredit macet di perbankan yaitu melalui Surat Peringatan, Gugatan Sederhana, dan Eksekusi lelang maupun Sita Agunan.
Untuk memenuhi kebutuhan hukum Perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin, kami menawarkan Jasa Konsultan Hukum dengan ruang lingkup sebagai berikut:
1.             Non Litigasi
Melakukan Surat Peringatan kepada nasabah kredit yang terkategori macet untuk dilakukan teguran melalui Advokat/Pengacara sebelum dilakukan gugatan atau eksekusi lelang hak tangungan dan sita jaminan fidusia.

2.             Litigasi
Melakukan upaya Gugatan Sederhana bagi nasabah kredit macet, melakukan eksekusi lelang hak tangungan, upaya sita jaminan fidusia,melakukan upaya hukum pidana bagi nasabah kredit macet yang telah menghilangkan atau menjual jaminan fidusia tanpa sepengetahuan bank.    

3.             Pendampingan Hukum
Pengacara akan melakukan pendampingan hukum kepada perusahaan dalam melakukan berbagai negosiasi dengan Nasabah Kredit, khususnya negosiasi dalam rangka penyusunan kontrak bisnis serta perselisihan yang timbul dari kontrak kredit dengan nasabah atau mengenai kontrak perijinan dengan Otoritas Jasa Keuangan atau kontrak kerjasama dengan perusahaan lainnya.    

Kantor Advokat/Pengacara Wachid Dedy Sugiyanto,S.H dan Rekan memberikan Jasa Konsultan Hukum tersebut diberikan kepada Perusahaan dalam bentuk baik lisan maupun tertulis, secara tatap muka maupun dengan menggunakan sarana komunikasi lainnya yang disepakati bersama diantara Konsultan dan Perusahaan. 
NO HP / WA : 082 322 196 922

Senin, 27 Januari 2020

Cara Mengurus Perceraian untuk Muslim



mengaturan masalah perceraian di Indonesia secara umum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”) dan khusus yang beragama Islam mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan UU Perkawinan
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.[1]

Berdasarkan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Sedangkan, mengenai apa saja yang merupakan alasan-alasan perceraian, dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 PP 9/1975, yaitu:
a.    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c.    Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.    Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e.    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
f.     Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.

Mengenai prosedur gugatan perceraian menurut Pasal 40 UU Perkawinan diatur sebagai berikut:

1.    Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
2.    Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Lebih lanjut mengenai gugatan perceraian diatur dalam Pasal 20 PP 9/1975:

1.    Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
2.    Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
3.    Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-istri itu.[2]

Berdasarkan UU Perkawinan dan PP 9/1975, gugatan perceraian dapat diajukan oleh suami atau juga istri atau dapat diwakili kuasanya. Itu artinya istri berhak untuk mengajukan gugatan cerai terhadap suami.

Menggugat Cerai Suami Berdasarkan KHI
Dalam hukum Islam, perceraian dibedakan menjadi dua, yaitu karena talak (dijatuhkan oleh suami) dan karena gugatan perceraian (diajukan istri).[3] Yang membedakan adalah subjek yang mengajukan cerai. Yang melakukan cerai talak adalah suami terhadap istri, sedangkan gugatan perceraian dilakukan istri terhadap suami.

Selain itu perlu diketaui bahwa menurut Pasal 115 KHI perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.

Pasal 132 ayat (1) KHI mengatur mengenai gugatan perceraian (diajukan istri):

Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

Gugatan perceraian itu dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.[4]

Sedangkan, cerai karena talak dapat kita lihat pengaturannya dalam Pasal 114 KHI yang berbunyi:

Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”

Talak itu sendiri menurut Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Hal ini diatur dalam Pasal 129 KHI yang berbunyi:

Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Selengkapnya mengenai cerai gugat dan cerai talak Anda dapat simak dalam artikel Cerai Karena Gugatan dan Cerai Karena Talak.

Anda dapat mengurus perkara cerai dapat diberikan ke kuasa hukum/pengacara,di kantor Advokat/Pengacara Wachid Dedy Sugiyanto,S.H & Partner yang beralamat di desa mindahan RT02 RW02 Kec.Betealit Kab.Jepara, sebenarnya kuasa hukum/pengacara tidak hanya berfungsi untuk mewakili para pihak saat beracara. Pengacara juga dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai dalam membicarakan segala kesepakatan yang ingin dicapai misalnya, tunjangan hidup, hak asuh anak dan hal-hal penting lainnya demi kepentingan klien. 

Dasar Hukum:


[1] Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan
[2] Pasal 22 ayat (2) PP 9/1975
[3] Pasal 114 KHI
[4] Pasal 133 ayat (2) KHI
[5] Pasal 31 PP 9/1975


Cara Mengurus Perceraian Non Muslim Jepara

-         Untuk Perkawinan bagi WNI beragama Kristen tunduk pada aturan-aturan yang diatur dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:
“(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap - tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku.”
Sesuai dengan pasal 2  PP No. 9 Tahun 1975, yang dimaksud sebagai Lembaga Pencatat Perkawinan, adalah Kantor Urusan Agama bagi mereka yang melangsungkan perkawinan secara agama Islam dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama selain agama Islam. Untuk proses perceraiannya hanya dapat dilakukan melalui sidang pengadilan, seperti yang diatur dalam pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974, yang berbunyi sebagai berikut:
"(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri
(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri."


Anda dapat mengurus perkara cerai dapat diberikan ke kuasa hukum/pengacara,di kantor Advokat/Pengacara Wachid Dedy Sugiyanto,S.H & Partner yang beralamat di desa mindahan RT02 RW02 Kec.Betealit Kab.Jepara, sebenarnya kuasa hukum/pengacara tidak hanya berfungsi untuk mewakili para pihak saat beracara. Pengacara juga dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai dalam membicarakan segala kesepakatan yang ingin dicapai misalnya, tunjangan hidup, hak asuh anak dan hal-hal penting lainnya demi kepentingan klien.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfat. 
Dasar hukum:
  1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
  2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan